Keude Kupi di Aceh terus tumbuh di Aceh bak jamur dimusim hujan. Terlepas dari sisi positif dan negative dari budaya ‘ngopi’ bagi orang Aceh, yang jelas Keude Kupi memang ‘eksis’ di tengah-tengah masyarakatnya. Seorang kawan (dari luar Aceh) pernah bilang “ada 2 (tempat) yang gak pernah sepi saya lihat di Aceh itulah Mesjid dan Keude Kupi.” Mm, aku hanya mengangguk saja, sambil mikir dan mengingat, ternyata memang ada benarnya?... Malah sekarang di beberapa keude kupi di Aceh telah di lengkapi Musalla, sehingga para penikamat kopi bisa dengan segera melaksanakan ibadah shalat jika waktu tiba.
Jika kita berjalan di sepanjang kabupaten/ kota di Aceh, keude kupi selalu setia menanti ‘penikmat’ sejatinya. Malah menurut keterangan para pembuat kopi di Aceh, mereka telah memiliki pelanggan tetap ‘pelanggan fanatic’ di masing-masing keude. Pagi-pagi saat keude kupi di buka, para pelanggan fanatic ini sudah bermunculan. “hanya dengan satu isyarat, para pelayan keude kupi sudah mahfum” bahkan tanpa bicara lagi sang pelayan sudah tahu apa yang mesti disajikan, bayangkan para pelanggan dan pekerja di keude kupi ada yang sudah mengenal hampir 10-20 tahun. unik bukan?
Kalau di Banda Aceh ‘lapak’ (tempat dukuk) di keude kupi juga seakan berindentitas, kelompok A, biasanya duduk di pojok kanan, kelompok B biasanya nongkrong di sisi kiri, gropu C selalu di bagian depan. Jarang sekali ada permusuhan di Keude Kupi, karena semua saling tahu, bahwa kita ngopi untuk ‘nyantai’ and peace. Mereka ketawa lepas bicara dan berdialog satu sama lain, eith… jangan lupa angkat tangan kanan mu “salam” sebagai pengganti jabat erat kalau sedang di Aceh. Itulah symbol penghormatan yang sederhana namun begitu berarti bagi orang Aceh. Kalau kita lihat angkat tangan ini selalu dilakukan oleh mereka antar kelompok (meja-meja) di keude kupi. Sederhana dan berkesan…
Sungguh keude kupi memiliki daya ‘magis’ yang kuat terhadap penikmatnya. Aceh telah membuktikan itu, melekat dalam denyut nadi masyarakat sejak lama. Cukup beralasan bila Dialog Keude Kupi yang gagas oleh SEFA sejak pertegahan tahun 2006, menjadi salah satu pesona dalam khasanah social demokrasi di Aceh. Dinamika Aceh yang cepat oleh berbagai isu-isu ekonomi politik masa kini seakan melebur menjadi topic yang ‘renyah’ dan menyegarkan.
Ternyata, kita gak perlu duduk di hotel-hotel berbintang kalau hanya untuk mengetahui situasi politik-ekonomi yang di perbincangkan di Aceh. Cukuplah datang ke Keude kupi, berbagai pandangan dan persfektif ada disana, semua tetap satu ‘rasa’ dalam hangatnya kupi Aceh. Jangan merasa heran dalam 5 – 10 tahun mendatang, betapa secangkir kopi Aceh menjadi bagian penting dalam menentukan arah dan sejarah Aceh masa depan! ;-)
Salam DKK,